SEKOLAH ATAU IJAZAH

Pendidikan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap manusia, tanpa pendidikan manusia bagai pohon tak berakar karena manusia lahir tidak mengetahui apapun seperti lembaran kosong belum ada tulisan dan manusia harus memulai hidupnya dengan mengisi lembaran kosong itu dengan tulisan. Manusia pada dasarnya lemah tak berdaya tidak tahu arah dan tujuan hidup. Namun, pendidikan menunjukkan peranannya untuk mewarnai kehidupan manusia sehingga manusia memiliki arah tujuan hidupnya. Pendidikan dari tahun ke tahun semakin berkembang ditinjau dari pelbagai aspek ilmu, pengetahuan maupun prosesnya. Namun, tidak semua manusia dapat memaknai dan memahami hakikat pendidikan sebenarnya.
Menurut Azyumardi Azra, pendidikan tidak akan berarti apabila manusia tidak ada didalamnya. Hal ini disebabkan, karena manusia merupakan subjek dan objeknya dalam pendidikan yang berarti manusia tidak dapat berkembang dan tidak dapat mengembangkan intelektual dan kebudayaannya secara sempurna bila tidak ada pendidikan. Namun dalam konteks ini, manusia yang merupakan subjek dan objek pendidikan, saat ini hanya menganggap subjek dan objeknya sekedar jalan pintas untuk segera mencapai tujuannya. Inilah yang hingga kini masih menjadi catatan dan tanggung jawab besar dalam pendidikan Indonesia.
Pendidikan sebagai formalitas
Pendidikan bagi sebagian manusia dinilai hanya sebagai formalitas untuk mendapatkan satu tujuan, apabila tujuan itu tidak diraihnya maka manusia akan dikatakan gagal dalam menuntut ilmu. Salah satunya Ijazah. Saat ini, pendidikan formal (sekolah) hanya sebagai label saja tidak peduli pintar atau pandai yang penting mendapatkan ijazah untuk meneruskan ke jenjang selanjutnya. Bahkan, beberapa sekolah memperjual belikan ijazah dengan mudah. Inilah salah satu pemicu pembentukan karakter manusia yang cenderung berperilaku jahat atau mudah bertindak kriminal. Manusia akan melakukan apapun demi ijazah. Beberapa kejahatan kecil akan ditimbulkan seperti menyontek, pemalsuan ijazah, joki ujian dan lain sebagainya. Apabila ini terus dibiarkan akan berdampak pada karakter manusia kelak. Salah satunya menyontek, menyontek dalam ujian seringkali terjadi di sekolah-sekolah negeri maupun swasta. Bahkan sangat mengakar di dunia pendidikan Indonesia. Menyontek merupakan perbuatan curang dan sebuah tindak kriminal kecil dalam dunia pendidikan.  
Tindak kriminal pendidikan dalam hal ini tak luput bagi siapa saja yang melakukannya. Tindak kriminal pendidikan yang dimaksud seperti penipuan, pemalsuan atau pengakuan palsu dari seseorang mengenai hasil karya tertentu (yang sebenarnya tidak ada) dengan maksud agar di percaya orang lain sehingga dapat memperoleh sesuatu yang sebenarnya bukan haknya dan berbagai macam pembocoran rahasia yang merusak obyektivitas nilai serta mutu pendidikan dan pengajaran, misalnya pembocoran soal ujian. Hukuman tindak kriminal pendidikan diatas tentang pemalsuan ijazah sebagaimana diatur dalam pasal 263 Kitab Hukum Pidana (KUHP) yang memuat ancaman pidana berupa penjara selama-lamanya enam tahun. Mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana lebih dari tiga tahun, maka daluwarsanya adalah sesudah dua belas tahun. Oleh karena itu jika kasus pemalsuan ijazah dilakukan 15 tahun yang lalu, maka penuntutan kasus tersebut tidak dapat dilakukan.

Pendidikan Memanusiakan Manusia
Esensi Pendidikan yang seharusnya dimaknai dengan baik tidak dapat diharapkan, lantaran apa yang harus dituju tidak dicapai manusia dengan benar. Sebagian manusia beranggapan bahwa sekolah itu yang penting nilainya bagus ketimbang menguasai ilmu dan bisa menjawab soal ujian dengan benar tanpa penguasaan dan pemaknaan yang berarti. Sekolah hanya sekedar formalitas mewadahi manusia dalam rangka mendapatkan apa yang diinginkannya. Pemikiran sebagian manusia ini akan berdampak pada mutu pendidikan di Indonesia. Mutu pendidikan Indonesia yang telah didesain sempurna sesuai harapan satu per satu akan luntur karena adanya ketidakserasian antara tujuan sekolah atau ijazah. Mutu pendidikan di Indonesia sangat mungkin dikatakan tidak berkualitas karena tidak membentuk karakter dan kepribadian manusia yang sesuai.
Karakter dan kepribadian manusia yang berkualitas yaitu manusia yang melakukan suatu kepentingan dengan cara yang halal, baik asli bukan kepalsuan. Menjaga moral dan nilai intelektualitasnya. Legitimasi manusia dalam meraih pendidikan tinggi dengan pencapaian yang sesuai prosedur maka kadar intelektualitas manusia dapat dipertanggungjawabkan. Berbeda dengan manusia tak berkarakter dan berkepribadian yang akan merusak moralnya dengan kepalsuan dan mental krupuk melakukan segala cara dengan jalan alternatif tanpa mau berpikir keras dalam memecahkan masalah.
Belajar tidak untuk sekolah
Fenomena ini tidak menutup kemungkinan pendidikan di Indonesia harus berkaca pada pendidikan di Negara barat salah satunya Jerman. Bagi mereka (Negara barat) pendidikan merupakan tolak ukur dan penguasaan dalam ilmu. Mereka tidak mementingkan ijazah namun lebih menghayati manfa’at dan menguasai ilmu sebagai bekal hidupnya, dengan begitu apa yang mereka pelajari menjadi luas karena belajar tidak sekedar untuk nilai yang bagus. Belajar tidak untuk sekolah itu yang harus menjadi pola pikir manusia. Tidak heran, banyak sekali orang-orang pintar dan sukses di Negara barat yang diperolehnya melalui usaha dan keseriusan dalam menuntut ilmu.
Kehidupan adalah melalui proses belajar dan belajar bukan semata-mata di sekolah apalagi sekolah hanya demi selembar kertas (ijazah). Namun, inilah realitas sistem pendidikan di Indonesia yang lebih menghargai secarik kertas (ijazah) ketimbang kecerdasan. Sistem yang diperbudak oleh persepsi mengenai berharganya ijazah padahal selembar kertas itu tidak membuktikan apapun untuk  kapasitas dan kompetensi manusia. Realita yang kerap terjadi di kancah pendidikan Indonesia dapat diperbaiki untuk pendidikan yang lebih baik dan kembali pada hakikat pendidikan serta pendidikan yang bertujuan untuk memanusiakan manusia.
Seorang tokoh pemikiran masyhur di Indonesia, Buya Hamka tidak pernah memiliki ijasah formal apapun tapi, pemikirannya mampu mengilhami banyak orang dan diakui dunia. Buya Hamka mendedikasikan dirinya untuk pendidikan. Belajar dan terus belajar hingga akhirnya beliau menjadi ahli filsafat dan tasawuf kemudian mengajarkannya kepada orang lain. Buya Hamka dalam memaknai hakikat pendidikan hingga ia mampu merubah pribadinya menjadi manusia seutuhnya. Sebuah contoh yang ditunjukkan oleh Buya Hamka kepada manusia agar dapat ditiru dan dilakukan. Apabila semua manusia menyeragamkan pola pikirnya bahwa sekolah tidak untuk ijazah maka pendidikan di Indonesia dapat dibenahi menjadi lebih baik, bukan sekedar formalitas namun pendidikan yang benar-benar memanusiakan manusia dan kembali kepada tujuan awal. Namun, semua itu tergantung pada manusia sendiri ingin menjadi lebih baik atau sebaliknya.



Comments

Popular Posts