CERDAS SEBAGAI PEMBACA MEDIA ONLINE

         Media Sosial di era millenial sudah menjadi sebuah hal pokok yang harus dimiliki masing-masing orang. Pesatnya kemajuan teknologi membuat media sosial semakin viral bahkan menjadi kebutuhan wajib bagi setiap orang. Mereka menggunakan media sosial sebagai ladang pekerjaan, seperti : online shop,  mencari informasi dan berkomunikasi, belanja bahkan kuliah online. cukup duduk di sofa empuk sambil memainkan ssmartphone maka mereka akan mendapatkan fasilitas itu semua. Lantaran banyaknya situs-situs yang memfasilitasi dan berkembang setiap harinya.
Teknologi informasi di Indonesia berkembang pesat dimana pengguna internet di Indonesia saat ini berjumlah 132,7 juta atau 52% dari jumlah penduduk Indonesia. Media sosial kini, nampaknya telah menjadi gaya hidup bahkan tradisi yang mungkin akan sulit dihindari. Melihat teknologi yang akan terus mengembangkan kecanggihannya di dunia maya. Hal ini menyebabkan investasi media sosial semakin merajalela dan tak lepas kejahatan pun bermunculan ikut meramaikan hiruk pikuknya dunia maya.
Kejahatan-kejahatan yang bermunculan di media sosial antara lain maraknya situs-situs media sosial yang tidak bertanggung jawab, penyebar berita palsu, penipuan dan berbagai kejahatan media sosial lainnya. Mereka memanfaatkan ketidaktahuan orang terbukti tak sedikit netizen journalis dengan pengetahuan mereka yang terbatas berlomba-lomba menyebarkan berita yang belum jelas validitasnya. Didukung dengan banyaknya masyarakat yang belum bisa membaca berita secara objektif.

Namun, disini penulis sedikit memaparkan terkait berita palsu alias hoax yang saat ini sedang viral di kalangan masyarakat serta bagaimana pintar membaca berita untuk masyarakat Indonesia. Negara Indonesia saat ini sedang dilanda perang media sosial berawal dari masalah politik hingga agama. Fitnah berkecamuk disana sini. Suatu kelompok menggunakan media sosial untuk saling menjatuhkan, saling membela kubu sendiri dan lain sebagainya demi mendapatkan kepercayaan masyarakat. Inilah kesempatan pengelola situs hoax untuk memutar balikkan fakta agar viral dan banyak pengguna mengakses kontennya, sehingga banyak pula rating situs tersebut.
Situs penyebar berita palsu alias hoax dan pengguna media sosial berhubungan erat dan sama-sama bertanggung jawab atas merajalelanya berita palsu di Indonesia belakangan ini. Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengibaratkan relasi keduanya sebagai "lingkaran setan". Pengguna Media sosial sering mengutip situs hoax dan berita hanya berputar-putar disitu saja. Pengelola situs hoax berupaya membuat kontennya menjadi viral alias menyebar luaskan lewat media sosial. Semakin viral sebuah konten, semakin tinggi pula trafik yang masuk ke situs pembuat hoax, sehingga pada gilirannya meningkatkan potensi pendapatan dari iklan.
Cara pengelola situs-situs hoax demi sebuah penghasilan inilah yang akan membuat sebuah perpecahan masyarakat dan negara. Apalagi saat ini untuk mendapatkan itu semua sangat mudah. Cukup dengan mengkopi isi berita di situs media resmi dan memanipulasinya sesuai keinginan. Membeli domain saat ini pun relatif murah tinggal didesign saja supaya menarik dan terlihat seperti situs resmi. Jika ini didiamkan untuk jangka lama, maka akan menjadi tradisi buruk untuk bangsa Indonesia. Berdampak pada kebencian satu sama lain melalui situs hoax ini.
Beberapa media sosial yang menyebarkan berita hoax tidak hanya di satu platform berita saja namun berbagai media sosial terpasang di gadget seperti facebook, instagram, twitter, tumblr, WA, BBM dan masih banyak lagi. Aplikasi-aplikasi sosial media diataslah yang sangat dekat dengan masyarakat, pengguna media sosial lebih sering menggunakan aplikasi-aplikasi tersebut karena lebih memikat bahkan bagi mereka yang belum mengerti atau yang baru pertama kali menggunakan gadgetnya, mereka tidak melihat berita langsung ke platform berita resmi, namun mereka membaca berita lewat media sosial di gadget terlebih dahulu dan cepat mempercayai berita-berita yang disebarkan oleh akun-akun atau situs-situs tidak resmi penyebar berita hoax dan dianggap sebagai sumber berita terpercaya bagi pengguna tersebut karena ketidaktahuannya.
Hal ini menuntut masyarakat agar pintar bermedia sosial secara bijak, supaya terhindar dari berita palsu, penipuan dan lain-lain. Data yang dipaparkan oleh Kementrian Komunikasi dan Informatika menyebut ada sebanyak 800 ribu situs di Indonesia yang terindikasi sebagai penyebar berita palsu (hoax) dan ujaran kebencian. Situs-situs tak berintegritas yang menyebarkan berita tanpa melakukan riset, penelitian terkait kebenarannya terlebih dahulu. Berita-berita yang bermasalah inilah yang memicu kemarahan netizen seperti membuat berita miring, memojokkan, menuduh, membuat berita bohong dengan tujuan pihak yang diserang mengajak berdamai, memasang iklan, atau berlangganan bahkan mendapatkan keuntungan karena banyak orang meng klik situs dan memfoward berita.
Perbuatan jahat atau dapat disebut juga tindak kriminal perlu diberikan sanksi agar jera dan tidak mengulangi kejahatannya.  Seperti peraturan baru-baru ini bagi pelaku penyebaran berita hoax yang melakukan dengan sengaja, akan dikenai pasal 28 ayat 1 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sanksi yaitu dipidana penjara paling lama 6 tahun dan atau denda paling banyak Rp 1 milliar. Namun, sanksi yang diberikan itu malah tidak menjadikan si penyebar berita hoax itu takut, mereka mengambil jalan alternatif melalui whatsapp group, facebook, twitter yang awalnya diciptakan hanya untuk microblogging berubah menjadi sarana menyebarkan berita hoax, fitnah, kebencian, pendapat politik dan lain sebagainya yang tidak bisa dituntut validitasnya (bukan situs resmi) agar berita dapat tersampaikan kepada pembaca dengan cepat dan efektif. Orang-orang seperti ini biasanya sekelompok bayaran yang dibayar oleh pemilik kepentingan.
Berita provokatif yang akhir-akhir ini mengguncang Indonesia membuat mengformiskan informasi bagi para pembaca media online. Kebencian disana sini, umpatan-umpatan tidak bermutu terucap dalam dunia maya sehingga netizen banyak yang akhirnya terpengaruh, terprovokasi, terdoktrin dan lain sebagainya. Membuat suasana keharmonisan, ketenangan dalam media sosial terusik. Kesadaran dari pembaca media online pun sangat dibutuhkan, agar tidak tergesa-gesa dalam mengambil kesimpulan.
Pentingnya bagi pembaca media online untuk mempelajari studi kasus kejurnalistikan perlu ditanamkan dalam diri mereka. Tidak hanya pembaca online tapi seluruh masyarakat Indonesia agar dapat objektif dalam melihat jendela dunia. Lebih tepatnya ingin tahu sebuah kebenaran dari berita-berita tersebar, atau setidaknya dapat membedakan mana berita palsu (hoax) atau asli. Karena sampai kapanpun berita takkan pernah seragam. Melihat manusia, cara berfikir dan pandangannya pun berbeda-beda.
Fenomena ini pula tak lepas dari kebiasaan orang Indonesia yang terlalu fokus pada dirinya sendiri. Mereka melakukan semua itu hanya untuk dirinya sendiri, belum sampai pada pemikiran untuk memajukan bangsa dan negara. Seperti mereka melakukan segala sesuatu demi uang, untuk kesejahteraan hidupnya tanpa memikirkan dampak besar yang mereka timbulkan. Seharusnya mereka juga memikirkan dampak dari perbuatan mereka bagi lingkungan dan sosial.
Professional dalam bermedia sosial sangat diperlukan agar tidak mudah termakan tulisan provokator. Itulah mengapa pentingnya sosialisasi pembelajaran studi kasus kejurnalistikan dan sosialisasi anti hoax ke semua kalangan masyarakat. Beberapa komunitas di berbagai daerah sudah mensosialisasikan masyarakat kalangan atas maupun bawah. Pembaca online pun harus peduli pada fenomena yang sedang terjadi. Open minded dengan melihat realitas yang ada.
Sosial media saat ini yang sangat meresahkan atau sangat berpotensi membuat perpecahan justru akun-akun kecil seperti instagram dan whatsapp group. Instagram awalnya hanya untuk memamerkan foto sekarang berubah menjadi akun berita. 50%  isi dari akun berita di instagram adalah menyebarkan kebencian, membela kubunya sendiri, hujatan dan judgement. Tidak hanya akun umum, akun islami terkadang menyebarkan berita yang masih diragukan validitasnya. Video dan foto saat ini yang berisi berita provokatif lebih memiliki ketertarikan. Bahkan saking malasnya orang Indonesia mereka lebih mempercayai bahkan memilih akun-akun yang tidak resmi dan tidak bisa dipertanggung jawabkan untuk dijadikan platform beritanya. Karena bagi pemilik media sosial ini lebih simple dan tidak ribet melalui instagram atau whatsaapp grup. Selain mereka mendapatkan berita update, mereka juga langsung bisa melihat videonya.

Suatu ciri masyarakat Indonesia juga yang suka berita viral dan mainstream yang membuat keramaian dan kebencian malah di forward sana sini agar grup media sosial di gadgetnya menjadi ramai. Ini merupakan sifat bangsa Indonesia yang sangat sulit dihilangkan. Kurang produktivitas itulah yang membuat masyarakat itu melakukan sesuatu yang kurang bermanfaat. Jika masyarakat Indonesia berkaca pada Negara barat seperti Jerman, Belanda dalam hal produktivitas dan kedisiplinan, maka tidak akan banyak terjadi berita-berita hoax bertebaran dan berkuranglah masyarakat mainstream (suka viral) adanya masyarakat anti mainstream yang bermentalitas tinggi dan produktif. Sejauh ini Indonesia berkaca pada Negara barat, tapi mereka mengambil style negatif orang barat. Seperti dugem, pakaian, gaya hidupnya. Namun masyarakat Indonesia itu tidak mengambil hal positifnya, seperti pendidikan, mentalitas, kedisiplinan, tanggung jawab dan lain sebagainya.
Sekarang baru terasa bahwa pendidikan tinggi itu penting. Penting untuk mempersiapkan perubahan dunia, masa dan zaman yang akan terus berjalan, semakin kesini semakin canggih dan semakin skeptis. Pendidikan yang sesungguhnya tidak hanya mengajarkan materi pembelajaran saja, namun dibalik itu terdapat pelajaran yang digunakan untuk menyambut masa-masa kemajuan. Dengan berpendidikan setidaknya masyarakat Indonesia dapat merubah ini semua melalui pemikiran dan  pengetahuan mereka sehingga fakta bahwa Indonesia mudah terprovokatif dan gampang percaya dapat dipatahkan dengan perspektif masyarakat yang peka terhadap keaadaan, masyarakat yang memikirkan dulu sebelum percaya.
Keadaan ini (maraknya hoax) membuat para dewan pers ikut terjun mengatasi sosial media yang tidak berintegritas ini. Dengan mendukung masyarakat anti hoax. Masyarakat anti hoax ini berupaya mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada berita-berita yang sebenarnya dan mengembalikan otoritas kebenaran faktual media arus utama. Maraknya situs-situs berita (hoax) ini berimbas pada para jurnalis magang sampai professional karena kehilangan kepercayaan dari masyarakat. Dalam hal ini maka upaya dewan pers dalam mengembalikan otoritas pemegang kebenaran atau faktual kepada media mainstream. Sebagai bangsa yang ingin memajukan negaranya, pentingnya berfikir sebelum bertindak sangat dijunjung tinggi, ikut menyeimbangi apa yang sudah dilakukan komunitas masyarakat anti hoax dalam mengembalikan integritas berita. Cukup menjadi pembaca media online yang cerdas, itu akan sangat membantu ketimbang tidak sama sekali.
Disinilah peran masyarakat sebagai pembaca media online untuk melihat informasi atau pemberitaan dengan kritis. Setidaknya masyarakat pembaca media online dapat membedakan mana berita asli dan mana berita yang kelihatannya asli. Pembaca online dapat melihat kapan berita itu terjadi atau terkait waktu kejadian, pastikan judul dan isi nyambung juga perhatikan URL-nya. Biasanya sumber berita hoax berasal dari sebuah situs yang berakhir dengan '.co' atau '.su' setelah '.com'. Baik apabila pembaca media online membaca pada platform news yang besar dan terpercaya bukan pada situs abal-abal yang diragukan validitasnya. Oleh karena itu, penting adanya masyarakat cerdas sebagai pembaca media online serta objektif dalam bermedia sosial.
Selama peluang itu masih ada, pengelola situs-situs hoax ini akan selalu memplintir berita, bahkan tidak hanya memanipulasi berita, namun konten-konten negatif mereka buat pula. Pengelola situs hoax ini tak akan berhenti memanfaatkan kepolosan orang. Mereka hanya memikirkan materi dan materi atau malah memang untuk menebar kebencian, agar orang-orang saling bermusuhan. Alasan ini yang amat mengerikan yang saat ini menimpa kancah dunia maya Indonesia. Pengaruh internet bagi dunia dan seisinya sangat besar sekali.
Pada hakikatnya sarana teknologi sekarang ini tidak digunakan untuk memajukan kemanusiaan, tapi malah digunakan untuk hal-hal negatif. Penyalahgunaan IPTEK inilah yang menjadi jamur akut dalam rangka menutupi konten-konten positif menjadi konten-konten negatif seperti, radikalisme, SARA, malware dan phising, narkoba dan lain sebagainya. Fenomena yang terjadi saat ini, menyerang bangsa Indonesia yaitu perang sosial media dalam rangka suatu kebutuhan. Kebutuhan untuk saling menebar kebencian, saling menjudgement, berlomba-lomba untuk membela kelompoknya masing-masing, dari politik, ekonomi, pembangunan hingga agama.
Hingga saat ini, telah tercatat di data dewan pers sebayak 773.339 konten negatif dibblokir. Menunjukkan bahwa media sosial di Indonesia banyak madharatnya. Oleh karena itu, bangsa yang benar-benar mencintai tanah air sangat dibutuhkan saat ini. Bangsa yang selamatkan dunia dari kekejaman hedonisme dan kebodohan. Apabila separuh masyarakat Indonesia memiliki rasa itu, maka berkuranglah sikap tidak bertanggung jawab. Munculah sikap ta’at menjadi masyarakat Indonesia dengan lebih tidak neko-neko dan melakukan kegiatan yang bersifat menghasilkan karya. Masyarakat inilah yang akan dijadikan contoh untuk yang lain.
Seyogyanya media sosial dapat mencerdaskan bangsa, karena dengan itu masyarakat Indonesia dapat terbuka, melihat dengan luas persaingan, semakin inovatif dan produktif  melihat persaingan dunia semakin mengerikan.bukan malah digunakan sebagai ajang permusuhan, era digital ini masyarakat semakin berhati-hati menggunakan media sosial, karena 4 tahun yang akan datang, Indonesia Go Digital Vision 2020 termasuk ekonomi digital akan semarak dan ramai mewarnai kancah persaingan di dunia maya. Munculnya kemajuan di Indonesia maka tingkat kejahatanpun akan semakin maju.
Semua pilihan yang manusia pilih, harus berani menanggung resiko dengan menjalaninya.  Ibarat sekelompok masyarakat yang memilih hidup dalam globalisasi dunia maya maka masyarakat itupun harus menerima akibat yang mereka pilih. Akibat itu dapat diatasi dengan berhati-hati dan banyak mengetahui atau peka terhadap kejahatan-kejahatan yang dilakukan pengelola media sosial. Apabila pengguna dan pembaca media online ini hanya diam saja, tidak ingin merubah dirinya maka sama saja tidak ada integritas pada diri  pengguna dan pembaca media online. Kesadaran harus dipaksakan karena tak rugi apabila masyarakat mau diajak cerdas dan bijak dalam bermedia sosial, maka akan banyak sekali pelajaran hidup yang bisa diambil manfaatnya. Kembali lagi imbas positif kepada pengguna dan pembaca media online.
Menanamkan integritas pada diri setiap masing-masing jiwa sejak dini sangatlah penting, agar menjadi manusia yang berkualitas. Sama halnya masyarakat saat ini perlu juga ditanamkan jiwa integritas supaya dapat melihat suatu kejadian dengan teliti, dengan penuh tanya dan tidak mudah terprovokasi juga dibodohi. Karena masyarakat berintegritas inilah kunci bermedia sosial dengan bijak dan objektif. Pengguna dan pembaca media online sangat diharapkan untuk bermedia sosial dengan bijak, cerdas dan berintegritas menghadapi permasalahan-permasalahan dunia maya yang akan selalu menjadi trouble maker dunia terbesar.



Comments

Popular Posts